Menelaah lagu Rayuan Perempuan Gila, sungguh menggoda ujung-ujung jariku. Liriknya antara ‘ya sudah begitu itu’ atau bahkan bisa dikeruk lebih dalam lagi maknanya.
Awalnya hanya mendengar sekilas di medsos, sebaris reff-nya saja. Sedikit tapi sangat nyaman di telinga. Seperti dipaksa masuk ke era vintage ketika eye liner masih dipakai miring ke atas, atau penyanyi masih menggunakan mic bulat besar, atau nuansa hitam putih dalam lagunya.
Judulnya saja sudah ajaib ya, membuat orang bertanya-tanya apa maksudnya. Baiklah, mari kita mulai!
Kalimat pertama, sudah langsung mengajukan pertanyaan yang ‘dalam’. Sejatinya itu pertanyaan klasik, yang bahkan dipertanyakan oleh semua orang pada seseorang yang ia cintai dan ia anggap juga mencintainya. Tapi, kalau tiba-tiba pertanyaan itu terlontar, bukankah selalu ada kisah yang menjadi latar belakang?
Menurutmu, apa yang bisa terjadi dalam sewindu?
Bisa jadi, ia meragukan rasa cintanya sendiri, bisa jadi juga ia mulai merasakan tanda keraguan pada orang yang ia anggap mencintainya. Delapan tahun (berikutnya) bukanlah waktu yang sebentar untuk merasakan cemas terus menerus atas pertanyaan sederhana yang tidak bisa dijawab secara sederhana. Semua kemungkinan baik maupun buruk pasti akan langsung membanjiri pikiran orang yang diselipi kecemasan.
Bukan apa, hanya bersiap, tak ada yang tahu, aku takut
Berpura-pura kuat dengan merapalkan “gwenchana, gwenchana”, nyatanya hatinya nyeri memikirkan segala kemungkinan yang ada.
Tak pernah ada yang lama menungguku sejak dulu
Yang terjadi sebelumnya
Semua orang takut padaku, wo-oh-oh
Karena ternyata kecemasannya adalah imbas dari sebuah trauma. Terbiasa diberi harapan lalu ditinggalkan. Atau menjadi seseorang yang dianggap ‘bersikap berlebihan’ hingga orang lain memilih tidak bertahan. Atau terbiasa dinilai sebagai perempuan yang susah didekati hanya karena ia malu menunjukkan bahwa ia bersedia di dekati. Kalina yang mana dalam hal ini?
Memang tidak mudah
Mencintai diri ini
Menjadi perempuan, tidak pernah mudah. Apalagi perempuan yang sudah menilai dirinya sebagai orang yang serba kurang. Merasa tidak layak dicintai, merasa terus akan menjadi beban jika dicintai, dan hal-hal semacam itu. Apakah kalina juga sering merasa begitu?
Namun, aku berjanji
Akan mereda, wo-oh-oh, seperti semestinya
Meski berusaha keras memperbaiki diri pun, perempuan yang kehilangan kepercayaan dirinya, akan semkain dianggap ‘gila’ jika ia mati-matian berubah jauh dari diri aslinya demi orang yang dicinta. Apakah seperti itu yang kalian pinta?
Menurutmu, apa benar saat ini kau masih mencintaiku?
Menurutmu, apa yang bisa dicinta dari diriku?
Pertanyaan berulang, yang justru semakin riskan untuk ditanyakan. Keraguan yang menyelimuti hati akan menular. Ketidak percayaan diri akan menyebarkan energi negatif pada pasangan. Apa kalian sendiri akan meras nyaman jika terus menerus mendapat pertanyaan tentang apa yang kalian rasakan?
Bukan apa, hanya bersiap, tak ada yang tahu, aku takut
Tak pernah ada yang lama menungguku sejak dulu
Yang terjadi sebelumnya
Semua orang takut padaku, wo-oh-oh
Tak perlu berpura-pura kuat. Jika takut, ungkapkan. Jika ragu, bicarakan. Jika butuh kepastian, tanyakan. Takboerlu main kode-kodean, toh tak semua orang akan paham. Yang ada hanya tambahan kesakitan. Iya kan?
Panggil aku
Perempuan gila
Hantu berkepala
Keji membunuh kasihnya
Nah, bagian ini asik nih. Karena yang tadi bisa untuk perempuan secara umum, yang ini lebih mirip dongeng. Ketika di kepalaku langsung muncul image mbak-mbak retro dengan rambut panjang mengembang, dengan gaun tidur sutra, duduk di kursi santai rotan dengan bantalan super empuk, di patio penuh bunga, menatap matahari sore dengan sebuah buku di pangkuannya. Bukan senja yang ia nikmati, karena pikirannya melanglang buana kepada seseorang yang ia cintai namun belum sepenuhnya bisa ia miliki. Panggil aku perempuan gila, bisa menjadi sebuah cerita tentang perempuan yang ‘gila/depresi’ betulan, atau hanya ungkapan betapa ia adalah perempuan dengan pemikiran yang luas tanpa batas. Hantu berkepala, saya yakin adalah sebutan bagi ‘orang’ yang Keji Membunuh Kasihnya. Dalam artian, Hantu ini bisa dimaknai orang yang ‘ghosting’ kalau meminjam istilah anak jaman sekarang, seseorang yang tega memberi harapan namun meninggalkan. Atau orang-orang di sekitarnya yang menilah kisah mereka hingga kandas di tengah jalan.
Penuh ganggu
Di dalam jiwanya
Sambil penuh cinta
Diam-diam berusaha
Ini adalah ungkapan patah hati, sekaligus depresi karen banyak pertanyaan di hatinya yang tak menemukan jawaban. Ada rasa cinta, sekaligus trauma. Jadi ia bertindak terlalu hati-hati, yang justru membuatnya merasa lebih keliru lagi. Meski ia tetap menjaga cintanya, merawat harapannya, asalkan orang yang ia cinta hanya berpusat pada dirinya.
S’lalu tahu
Akan ditinggalkan
Namun, demi Tuhan
Aku berusaha
Bukankah ini sebuah kalimat traumatis yang mengerikan? Bayangkan, jatuh cinta, dicintai, tapi di pikirannya selalu penuh curiga dan was-was. Percayalah bestie, perasaan semacam ini sungguh mengganggu sekali. Diungkapkan takut salah, disimpan kok seolah ada gajah besar yang menghinpit ruangan…
Memang tidak mudah
Mencintai diri ini
Namun, aku berjanji
Akan mereda seperti semestinya, uh-hu-uh
Memang paling benar sebelum mencintai orang lain adalah tentang mencintai diri sendiri, sehingga tak ada yang mengganggu pikiran sedemikian dalam seandainya cinta tak sesuai dengan harapan